Kamis, 24 Januari 2019

"YOUR BAGGAGE THROUGH URUMQI, MADAME"


Journey to Uighur-Xinjiang #2


Boarding CZ 6070


"Your baggage cheked through urumuqi, Madame. Nothing can do, unless you cancel the ticket," jawab petugas cantik di bagian baggage claim Dubai Int'l Airport yang seketika membuat saya lemas.

Tadi sewaktu di Jeddah, ada petugas dari Khalifah Tour yang mengurus check-in. Saya dan Lambang menunggu di ruang tunggu, tidak ikut check-in. Sehingga tidak bisa mastikan kalau bagasi seharusnya ikut keluar dulu di Dubai.

Bukan apa-apa, beberapa hari lalu, Mas Reggy Kartawidjaja dari Khalifah Tour memforward email yang isinya membuat saya gelisah: aturan memakai penutup kepala di Xinjiang. Bila tidak sesuai, saya harus melepas hijab yang saya kenakan. Innalillahi wa innailaihi rojiun.

Dan saat ini, karena baru meninggalkan Madinah, saya memakai coat yang menyerupai gamis panjang serta kerudung lebar sampai betis. Meski warnanya bukan hitam atau putih, dua warna yang secara tegas dilarang dalam aturan tersebut, namun tetap saja saya khawatir akan muncul masalah.

"Aku nanti minta Abdul bawain scarf istrinya. Kalau sampai enggak ketemu toko yang jual hijab, sementara bisa pakai itu," kata Lambang menyebut nama temannya yang bekerja sebagai ekspatriat di Dubai dan akan kita temui siang nanti.

Pesawat yang membawa kita ke Xinjiang memang harus transit di Dubai, karena tidak ada direct flight dari Jeddah. Begitu tahu harus transit, sejak dari Jakarta kita putuskan sekalian urus visa Dubai supaya bisa keluar dari bandara dan bertemu dengan teman-teman di sini.

Sebelum mendapat email tentang aturan penutup kepala, lebih dulu saya diingatkan untuk tidak membawa mushaf Alqur'an. Meski di handphone saya ada aplikasi Muslim Pro yang juga ada Alqur'an 30 juz di dalamnya, namun tetap saja saya merasa tidak nyaman pergi menginap tanpa membawa mushaf.

Ini adalah kali kedua perjalan saya menuju negara yang mempermasalahkan mushaf. Sebelumnya, tahun 2012 lalu saat akan ke Palestine, saya harus melintas border Israel dari Jordan.

Meski tidak ada larangan tertulis, namun cerita perempuan dari Singapore yang duduk di sebelah saya di Masjid Nabawi tak urung membuat saya mempertimbangkan banyak hal.

Waktu itu ia masuk bersamaan dengan rombongan dari Malaysia. Ternyata ada satu peserta yang membawa mushaf di kopernya. Jadilah seluruh rombongan tertahan di border sampai 7 jam. Dengan berbagai pertimbangan, karena waktu itu saya pergi bersama rombongan, daripada menyusahkan yang lain, saya putuskan mushaf saya masukkan ke koper yang ditinggal di Jordan.

Kali ini mushaf saya pun sudah ikut terbang dengan koper umrah pulang ke Jakarta lebih dulu. Satu masalah sudah bisa diantisipasi, muncul masalah lain. Hijab saya mungkin terlalu menyolok dan tidak sesuai dengan aturan mereka.


Pemandangan Burj Al Arab dari Souk Madinat Jumeirah, Dubai


Alhamdulillah, di Dubai Abdul dan Manal Alhaddad, istrinya, datang membawakan scarf dan mengajak kita ke Madinat Souq untuk makan siang. Menyenangkan sekali bertemu mereka berdua, mendengar banyak cerita tentang kehidupannya sebagai ekspatriat di Dubai, serta "bayangan" orang Indonesia tentang ekspatriat di Dubai.

Saya sungguh terkejut mendengar cerita betapa sulitnya mendapat SIM Dubai serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Sekitar 2000 Diram UEA/paket (sekitar Rp8 juta) dan minimal mereka harus mengambil 6 paket untuk bisa sampai ujian. Wah, kalau saya, sudah pasti tidak akan lolos.... selamanya!


Jadwal penerbangan dari Dubai International Airport yang sangat padat.


Dubai International Airport yang super besar membuat kita tak bisa berlama-lama jalan-jalan di pusat kota Dubai. Kita harus segera check-in.

Sebelum berangkat, sahabat saya Mas Kaji Wisnu Aji sempat bertanya, "Sudah pernah terbang dengan maskapai China?" Begitu saya jawab belum, "siap-siap bawa headset saja. Berisik sekali" lanjutnya.

Dan benar saja, sejak antrean check-in CZ 6070 Dubai-Urumqi, kehebohan sudah terjadi. Semua orang dalam antrean bicara dengan suara keras seakan tak ada orang lain di situ. Kalau hanya satu-dua orang, pastilah tidak masalah. Tapi kalau seratusan orang secara bersamaan? Saya yang sudah lelah hanya bisa menutup mata.

Kejutan berikutnya, semua orang membawa barang ke cabin dalam jumlah yang sangat banyak. Sepertinya tidak ada aturan tas cabin hanya 1 buah. Bermacam gembolan mereka tenteng. Dan surprisenya, barang bawaan itu berbungkus tas-tas kresek besar. Saya jadi inget belanjaan kalau pulang dari Tanah Abang.

Kehebohan kembali terjadi saat mereka berebut tempat di kompartemen pesawat untuk menaruh barang-barangnya. Karena semua membawa banyak barang, jadilah kompartemen yang ada tidak cukup. Tapi sepertinya awak cabin sudah sangat paham. Dengan cekatan mereka mengatur tas-tas bawaan itu sehingga kompartemen bisa ditutup.

Penerbangan Dubai-Urumqi ditempuh dalam waktu 7 jam. Saya betul-betul dibuat takjub dengan kemampuan bicara mereka yang seakan tidak ada berhentinya. Semua orang bicara dengan suara keras. Bersahut-sahutan. Berisik sekali.

Saya yang sudah lelah karena melakukan perjalanan tanpa henti, dari Madinah-Jeddah-Dubai-Urumqi, akhirnya betul-betul ketiduran. Dalam lelap, saya melihat gerbang kota Kashgar yang menanti.


Assalamualaykum Urumqi


Urumqi, 2/1/2019

Uttiek
Follow me on IG @uttiek.herlambang | FB @uttiek_mpanjiastuti


Tidak ada komentar:

Posting Komentar