Sudah sejak lama saya tidak merayakan pergantian tahun baru. Saya tidak ingat persisnya kapan, mungkin sejak sepuluh tahunan yang lalu. Namun momen pergantian tahun 2006 ke 2007 terasa sangat berkesan. Saya baru menyadari kalau hari itu adalah 31 Desember 2006 saat berjalan menuju Jamarat di Mina. Karena mengambil nafar tsani, saya berada di Mina selama 3 hari. Sambil berjalan menahan dinginnya udara gurun, tiba-tiba saya mendengar seorang jamaah yang menelepon keluarganya di Indonesia dan menyebut-nyebut tentang ramainya pergantian malam tahun baru. Saya baru tersadar kalau hari itu adalah malam terakhir di tahun 2006. Saya lihat ke atas, langit nampak bersih, tidak ada bintang, tidak ada nyala kembang api, tidak ada suara dar-der-dor bunyi petasan. Yang terdengar hanya guman orang bertakbir, tahlil dan tahmid menyebut kebesaranNya. Subhanallah.
Saya berpikir mungkin karena tahun baru masehi maka tidak ada perayaan secara khusus. Siapa tahu yang dirayakan adalah pergantian tahun baru Hijriah dalam penanggalan Islam. Ternyata tidak juga. 1 Muharam 1428 H, bertepatan dengan saya melaksanakan tawaf wada’ atau tawaf perpisahan. Sejak pagi Mekkah mendung, sesekali turun gerimis. Setelah menyelesaikan tawaf tujuh putaran, sambil berjalan mundur dan memandangi Ka’bah yang agung itu air mata saya menderas. “Ya Rabb, izinkan saya untuk datang lagi dan lagi dan lagi ke rumahMu.” Menunggu berangkat ke Madinah, saya menyempatkan diri menyusuri pusat pertokoan sekitar Masjidil Haram, Grand Zam-Zam yang waktu itu masih soft opening tampak sepi, mungkin karena masih pagi. Hilton juga tidak terlalu ramai. Toko-toko lain tetap buka seperti biasa, tidak ada tanda-tanda kalau hari itu adalah tahun baru Hijriah.
Ya, ternyata memang tidak ada perayaan tahun baru di rumah Tuhan, karena tahun hanyalah deretan angka, yang terpenting adalah bekal yang harus disiapkan untuk tahun-tahun abadi setelahnya.
Uttiek Herlambang