Kamis, 24 Januari 2019

XINJIANG YANG DIRUNDUNG MALANG


Journey to Uighur-Xinjiang #1




Setelah menyelesaikan ibadah umrah dan berziarah ke Madinah, Januari 2019 ini saya meneruskan langkah ke Urumqi, Turpan dan Kashgar. Ketiga kota itu berada di Xinjiang province, China.

Nama Xinjiang mungkin tidak begitu familiar di Tanah Air. Namun kalau menyebut Uighur, hampir semua orang tahu. Uighur adalah salah satu etnis muslim yang tinggal di wiliyah Xinjiang. Ibaratnya, Xinjiang adalah provinsi Jawa Tengah, kota Urumqi adalah ibu kota provinsi, seperti halnya Semarang, dan Uighur adalah etnis Jawa yang mayoritas tinggal di daerah tersebut.

Mengapa Xinjiang? Selain saya ingin bertemu dan menyapa saudara-saudara muslim Uighur di tanah kelahirannya, tempat ini adalah rute penting pada periode Silk Road atau Jalur Sutra. Perjalanan ini juga akan menjadi bagian dari buku ke-4 Serial Jelajah Tiga Daulah: Journey to Silk Road. InsyaAllah.

Mengatur perjalanan ke Xinjiang tidaklah mudah. Adalah Pak Rustam Ade Rustam, pemilik Khalifah Tour yang membantu mewujudkan mimpi-mimpi saya menyusuri kota-kota dengan jejak sejarah Islam. Termasuk perjalanan ke Xinjiang kali ini.

Di awal, Mas Reggy Kartawidjaja yang ditugaskan untuk membantu saya menginformasikan kalau saya tidak bisa berangkat Desember ini, “Freezing, Bu, suhunya minus 25 di sana,” infonya. “Tapi saya tetap akan usahakan. Saya akan carikan mitra di sana yang bisa membantu,” lanjutnya.

Berikutnya adalah isu keamanan. Xinjiang sedang tidak aman. Ramainya pemberitaan tentang muslim Uighur membuat kunjungan ke kota ini tidak direkomendasikan. Kalaupun tetap akan melakukan perjalanan, akan berakibat pada tingginya biaya insurance keamanan.

Waktu terus berjalan dan semakin mepet dengan jadwal umrah, saya sempat memberikan alternatif destinasi, “Kalau tidak bisa masuk Xinjiang, tolong diatur untuk ke Esfahan.”

Alhamdulillah, awal Desember ada titik terang, “Ini ada mitra di Beijing yang bersedia operate, Bu,” kabar Mas Reggy sembari meminta saya segera melengkapi dokumen yang dibutuhkan untuk pengurusan visa.

Biidznillah, dengan izin Allah, akhirnya saya bisa melangkahkan kaki di Xinjiang. Menyusuri kota Urumqi, Turpan, Kashgar dan menyapa saudara-saudaramuslim Uighur di tanah kelahirannya.

Banyak hal tak terduga, haru biru, seru, juga lucu yang terjadi sepanjang perjalanan. Termasuk, ini adalah kali pertama saya mendapat pertanyaan “What's your religion?” saat pemeriksaan di bandara di luar negeri. Serta permintaan, “Madame, you should take off your scarf.” Iya, permintaan melepas hijab. Lambang juga pernah panik setengah mati gegara mengira saya diculik.

Catatan perjalanan ini bisa diikuti di blog saya www.uttiek.blogspot.com dan di akun media sosial saya @uttiek_mpanjiastuti, serta foto-foto yang akan saya posting di akun IG @uttiek.herlambang.


Mari saya temani memunguti hikmah yang berserak sepanjang perjalanan ini.


Kb Jeruk, 10/1/2019

Uttiek
Follow me on IG @uttiek.herlambang | FB @uttiek_mpanjiastuti
------------------------------------------------------------

AKU INGIN MENYAPAMU SAUDARAKU





I understand that, according to Chinese law, applicant may be refused entry into China even if a visa is granted.

Saya baca sekali lagi tulisan kecil yang tercetak di bagian bawah lembaran Visa Application Form of the People’s Republic of China. Notifikasi itu menegaskan, apa pun bisa terjadi sekalipun visa sudah tertempel di passport. “Bismillah. Allahumma yassir wa la tuassir,” bisik saya sebelum membubuhkan tanda tangan.

Setiap akan melakukan perjalanan di akhir tahun usai umrah, bagian yang paling membuat deg-degan adalah pengajuan visa. Seperti tahun lalu, visa Uzbekistan baru keluar sehari menjelang keberangkatan. Bahkan di tahun 2016 sekalipun sudah mengantongi manifes visa Mesir dari Jakarta, namun manisfes visa itu tetap ditolak di Bandara King Abd Azis, Jeddah.

Perjalanan akhir tahun kali ini istimewa, karena setelah umrah saya akan meneruskan langkah ke Urumqi, Turpan dan Kashgar di Xinjiang-China. InsyaAllah, saya akan bertemu dan menyapa saudara-saudara Muslim Uighur di sana.

Bertemu dengan saudara Muslim Uighur di negerinya sudah lama saya rindukan. Rasanya hampir sama sewaktu saya akan melakukan perjalan ke Palestine tahun 2012 lalu. Ada kerinduan yang tak bisa dijelaskan. Saya tidak mengenal mereka, pun mereka tidak mengenal saya. Namun ikatan Tauhid menyatukan hati kita.

Saya sungguh ingin melihat apa yang terjadi. Tentu, saya tidak bisa membasuh luka yang mereka alami. Namun, uluran tangan, pelukan hangat dan doa tulus yang akan saya bisikkan, semoga bisa menguatkan mereka.

"La takqaf wa la tahzan. Innallaha ma ana. Jangan takut dan jangan besedih saudaraku, sesungguhnya Allah bersama kita."

"Xinjiang sedang tidak aman. Kamu tidak khawatir?" Tanya seorang sahabat saat mendengar jawaban saya akan meneruskan langkah ke Xinjiang usai umrah.

Sekelebat bermunculan berita-berita yang terus saya ikuti beberapa hari terakhir ini. Kalau sebelumnya hanya sosial media yang dibatasi, kini akses internet pun diputus seiring meningkatnya sorotan media asing tentang situasi di sana.

Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maula wanikman nasir
Cukup Allah pelindungku, dan Allah sebaik-baik pelindung.

"Makanya, cariin kita, ya, kalau nanti belum kembali," jawab saya.

Sahabat, doakan saya dan Lambang, semoga Allah berkahi dan mudahkan perjalanan ini.



Pd Gede, 20 Desember 2018

Uttiek
Follow me on IG @uttiek.herlambang | FB @uttiek_mpanjiastuti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar