Journey to Uighur-Xinjiang #1
Setelah menyelesaikan ibadah umrah
dan berziarah ke Madinah, Januari 2019 ini saya meneruskan langkah ke Urumqi,
Turpan dan Kashgar. Ketiga kota itu berada di Xinjiang province, China.
Nama Xinjiang mungkin tidak begitu
familiar di Tanah Air. Namun kalau menyebut Uighur, hampir semua orang tahu.
Uighur adalah salah satu etnis muslim yang tinggal di wiliyah Xinjiang.
Ibaratnya, Xinjiang adalah provinsi Jawa Tengah, kota Urumqi adalah ibu kota
provinsi, seperti halnya Semarang, dan Uighur adalah etnis Jawa yang mayoritas
tinggal di daerah tersebut.
Mengapa Xinjiang? Selain saya ingin
bertemu dan menyapa saudara-saudara muslim Uighur di tanah kelahirannya, tempat
ini adalah rute penting pada periode Silk Road atau Jalur Sutra. Perjalanan ini
juga akan menjadi bagian dari buku ke-4 Serial Jelajah Tiga Daulah: Journey to
Silk Road. InsyaAllah.
Mengatur perjalanan ke Xinjiang
tidaklah mudah. Adalah Pak Rustam Ade Rustam, pemilik Khalifah Tour yang
membantu mewujudkan mimpi-mimpi saya menyusuri kota-kota dengan jejak sejarah
Islam. Termasuk perjalanan ke Xinjiang kali ini.
Di awal, Mas Reggy Kartawidjaja yang
ditugaskan untuk membantu saya menginformasikan kalau saya tidak bisa berangkat
Desember ini, “Freezing, Bu, suhunya minus 25 di sana,” infonya. “Tapi saya
tetap akan usahakan. Saya akan carikan mitra di sana yang bisa membantu,”
lanjutnya.
Berikutnya adalah isu keamanan.
Xinjiang sedang tidak aman. Ramainya pemberitaan tentang muslim Uighur membuat
kunjungan ke kota ini tidak direkomendasikan. Kalaupun tetap akan melakukan
perjalanan, akan berakibat pada tingginya biaya insurance keamanan.
Waktu terus berjalan dan semakin
mepet dengan jadwal umrah, saya sempat memberikan alternatif destinasi, “Kalau
tidak bisa masuk Xinjiang, tolong diatur untuk ke Esfahan.”
Alhamdulillah, awal Desember ada
titik terang, “Ini ada mitra di Beijing yang bersedia operate, Bu,” kabar Mas
Reggy sembari meminta saya segera melengkapi dokumen yang dibutuhkan untuk
pengurusan visa.
Biidznillah, dengan izin Allah,
akhirnya saya bisa melangkahkan kaki di Xinjiang. Menyusuri kota Urumqi,
Turpan, Kashgar dan menyapa saudara-saudaramuslim Uighur di tanah kelahirannya.
Banyak hal tak terduga, haru biru,
seru, juga lucu yang terjadi sepanjang perjalanan. Termasuk, ini adalah kali
pertama saya mendapat pertanyaan “What's your religion?” saat pemeriksaan di
bandara di luar negeri. Serta permintaan, “Madame, you should take off your
scarf.” Iya, permintaan melepas hijab. Lambang juga pernah panik setengah mati
gegara mengira saya diculik.
Catatan perjalanan ini bisa diikuti
di blog saya www.uttiek.blogspot.com dan di akun media sosial saya
@uttiek_mpanjiastuti, serta foto-foto yang akan saya posting di akun IG
@uttiek.herlambang.
Mari saya temani memunguti hikmah
yang berserak sepanjang perjalanan ini.
Kb Jeruk, 10/1/2019
Uttiek
Follow me on IG @uttiek.herlambang |
FB @uttiek_mpanjiastuti
------------------------------------------------------------
AKU INGIN MENYAPAMU SAUDARAKU
I understand that, according to
Chinese law, applicant may be refused entry into China even if a visa is
granted.
Saya baca sekali lagi tulisan kecil
yang tercetak di bagian bawah lembaran Visa Application Form of the People’s
Republic of China. Notifikasi itu menegaskan, apa pun bisa terjadi sekalipun
visa sudah tertempel di passport. “Bismillah. Allahumma yassir wa la tuassir,”
bisik saya sebelum membubuhkan tanda tangan.
Setiap akan melakukan perjalanan di
akhir tahun usai umrah, bagian yang paling membuat deg-degan adalah pengajuan
visa. Seperti tahun lalu, visa Uzbekistan baru keluar sehari menjelang
keberangkatan. Bahkan di tahun 2016 sekalipun sudah mengantongi manifes visa
Mesir dari Jakarta, namun manisfes visa itu tetap ditolak di Bandara King Abd
Azis, Jeddah.
Perjalanan akhir tahun kali ini
istimewa, karena setelah umrah saya akan meneruskan langkah ke Urumqi, Turpan
dan Kashgar di Xinjiang-China. InsyaAllah, saya akan bertemu dan menyapa
saudara-saudara Muslim Uighur di sana.
Bertemu dengan saudara Muslim Uighur
di negerinya sudah lama saya rindukan. Rasanya hampir sama sewaktu saya akan
melakukan perjalan ke Palestine tahun 2012 lalu. Ada kerinduan yang tak bisa
dijelaskan. Saya tidak mengenal mereka, pun mereka tidak mengenal saya. Namun
ikatan Tauhid menyatukan hati kita.
Saya sungguh ingin melihat apa yang
terjadi. Tentu, saya tidak bisa membasuh luka yang mereka alami. Namun, uluran
tangan, pelukan hangat dan doa tulus yang akan saya bisikkan, semoga bisa
menguatkan mereka.
"La takqaf wa la tahzan.
Innallaha ma ana. Jangan takut dan jangan besedih saudaraku, sesungguhnya Allah
bersama kita."
"Xinjiang sedang tidak aman.
Kamu tidak khawatir?" Tanya seorang sahabat saat mendengar jawaban saya
akan meneruskan langkah ke Xinjiang usai umrah.
Sekelebat bermunculan berita-berita
yang terus saya ikuti beberapa hari terakhir ini. Kalau sebelumnya hanya sosial
media yang dibatasi, kini akses internet pun diputus seiring meningkatnya
sorotan media asing tentang situasi di sana.
Hasbunallah wanikmal wakil nikmal
maula wanikman nasir
Cukup Allah pelindungku, dan Allah
sebaik-baik pelindung.
"Makanya, cariin kita, ya, kalau
nanti belum kembali," jawab saya.
Sahabat, doakan saya dan Lambang,
semoga Allah berkahi dan mudahkan perjalanan ini.
Pd Gede, 20 Desember 2018
Uttiek
Follow me on IG @uttiek.herlambang |
FB @uttiek_mpanjiastuti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar