Minggu, 03 Februari 2019

KAREZ IRRIGATION BUKTI TINGGINYA PERADABAN ISLAM DI UIGHUR


Journey to Uighur-Xinjiang #6



Dalam bahasa Uighur, masyarakat setempat menyebut sistem irigasi ini Miyim Haji Karez atau Karez Irrigation dalam bahasa Inggris.


Islam lekat dengan ilmu pengetahuan. Tak terkecuali teknologi. Banyak penemuan terkait fisika, fisika mekanik yang sekarang disebut robotik, teknik sipil, arsitektur yang bersumber dari peradaban Islam.


Salah satunya adalah teknologi membendung aliran air dan membuat kincir air sebagai sumber energi. Pada masa Daulah Abbasiyah, pembangunan bendungan yang sekaligus dimanfaatkan sebagai kincir air telah mengadaptasi teknologi teknik sipil yang tinggi.


Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya Islamic Technology: an Ilusstrated History mengungkapkan, tahun 370 H/960 M, Buwayyah Amir Adud Al-Daulah telah berhasil membuat proyek hidrolik raksasa di Sungai Kur, Iran.


Di Cordoba, Andalusia, yang sekarang masuk wilayah Spanyol, jejak sejarahnya masih saya saksikan di Sungai Guadalquivir saat mengunjunginya tahun 2014. Adalah Al-Idrisi, geografer Muslim abad ke-12 yang menjadi saksi sejarah. Dalam catatannya, bendungan ini dibangun dengan batu-batu yang didatangkan dari Mesir.


Membendung aliran air dan memanfaatkannya sebagai sistem irigasi maupun sumber energi memberi dampak yang sangat signifikan bagi suatu negeri. Pertanian akan mendapat pasokan air cukup, sumber energi bisa dimanfaatkan untuk penggilingan gandum, sekaligus bendungannya bisa mengendalikan banjir.


Tak hanya di kota-kota pusat peradaban Islam seperti Baghdad, Cordoba atau Samarkand yang menguasai teknologi ini. Di wilayah yang kini bernama Turpan, Xinjiang, pun muslim Uighur telah berhasil membangun sistem irigasi sejak tahun 1700.


Dalam bahasa Uighur, masyarakat setempat menyebut sistem irigasi ini Miyim Haji Karez atau Karez Irrigation dalam bahasa Inggris. Teknologi yang digunakan sangat rumit dan cerdas. Caranya dengan mengalirkan salju abadi yang mencair dari Gunung Tianshan sejauh 5.000 km (3.106 mil).


Ada teknologi sumur vertikal, kanal bawah tanah, kanal di atas tanah, dan reservoir yang harus dilewati untuk mengalirkan air sampai ke kota Turpan. Jangan bayangkan kondisi geografis kota ini seperti Indonesia dimana air bisa didapat dengan mudah dan berlimpah.


Turpan berada di tengah Gurun Gobi. Wilayah dengan kondisi cuaca paling ekstrem di China. Suhu di musim panas mencapai 50° C, sedang di musim dingin sampai (minus) -25°C! Karenanya, jaminan ketersediaan air sepanjang tahun menjadi vital.


Mengapa mencari sumber air menjadi perhatian penting dalam peradaban Islam? Karena ada kebutuhan untuk berwudhu dan bersuci setiap hari. Tak heran kalau teknologi yang mendukung upaya pencarian sumber air berkembang pesat.

Prasasti yang berisi keterangan salah satu kanal vertikal Yengi Karez. 


Siang ini, saya menyaksikan jejak sejarah tingginya peradaban yang dimiliki muslim Uighur di sebuah kota kecil nun di tengah Gurun Gobi. Di pintu gerbang terlihat beberapa petugas keamanan berjaga. Pengunjung harus melewati penindai orang dan barang seperti yang ada di bandara, serta pemeriksaan passport untuk turis asing.


Dari pintu gerbang kita akan melewati ramp menurun yang terbuat dari bata-bata besar. Setelahnya ada taman yang luas dan patung perempuan Uighur di tepinya. Semula saya sangka patung Dewi dari mitologi Yunani, karena mengenakan gaun panjang dan penutup kepala. Ternyata itu adalah pakaian tradisional perempuan Uighur.

Lukisan kebahagiaan keluarga Uighur yang sedang berkumpul di salah satu dinding.


Di salah satu dindingnya dilukis keluarga Uighur yang sedang berkumpul. Ada yang menabuh rebana dan memainkan oud (gitar yang sering digunakan dalam musik gambus). Tak jauh dari lukisan itu ada patung-patung yang menggambarkan para pekerja saat membangun Karez Irrigation. Menariknya, patung itu digambarkan memakai kopeah khas Uighur, laki-lakinya berjenggot, berbadan besar dan berhidung mancung. Pastilah bukan penggambaran tipikal ras mongoloid yang bermata sipit dan bertubuh kecil.

Diorama pekerja saat membangun Karez Irrigation. Penggambaran patung-patung ini memakai kopeah khas Uighur, laki-lakinya berjenggot, berbadan besar dan berhidung mancung.


Dari taman kita masuk ke lorong bawah tanah yang gelap dan lembap. Di musim dingin seperti ini berada di dalam lorong rasanya lebih nyaman karena hangat. Ada beberapa percabangan di dalam lorong itu.


This way,” seru Mr. Chang sambil menyibak terpal yang menutup percabangan. Di depan terlihat lantai kaca di atas air yang mengalir. Karena gelap, cahaya yang dipantulkan dari lampu penerang jadi berwarna kebiruan.


You can try the water,” tawar Mr. Chang meminta saya mencoba air yang mengalir di bawah lantai kaca yang kita injak. Ada celah kecil untuk mengambil air itu.
Sejenak saya ragu. Saya tatap Lambang yang langsung mengangguk.
“Bersih enggak ya?” Tanya saya masih ragu.
“Bersih. Airnya kan mengalir,” lanjutnya.


Saya ambil sedikit menggunakan genggaman tangan lalu menghirupnya. Segar. Rasanya jauh lebih segar ketimbang air mineral dalam kemasan. Tapi, tidak ada jejak rasa manis seperti air pegunungan di Indonesia. “Mungkin karena sumber airnya dari salju abadi,” batin saya.


Karez Irrigation masih berfungsi hingga saat ini. Menjadi sumber pengairan utama untuk perkebunan anggur, melon, kapas, dan komoditas pertanian lainnya yang menjadi sumber pendapat kota Turpan.


Bahasa Uighur yang ditulis menggunakan aksara Arab di salah satu dinding.


Di tangga menuju pintu keluar, saya melihat aksara Arab yang ditulis di tembok batu. Saya hanya bisa membaca kata awalnya Karez, di belakangnya tidak bisa mengerti, karena menggunakan bahasa Uighur.


Saya tersenyum getir, alangkah ironisnya, saat ini muslim Uighur yang merupakan mayoritas penduduk Turpan (75%) terus mendapat tekanan untuk meninggalkan agama dan dicabut dari akar budayanya. Padahal sejarah membuktikan, kehidupan di kota ini masih terus berdenyut, salah satunya karena sumbangan peradaban Islam. Apa jadinya kota di tengah gurun ini bila tak memiliki pasokan air dari Karez Irrigation?



Turpan, 4/1/2019


Uttiek
Follow me on IG @uttiek.herlambang | FB @uttiek_mpanjiastuti | www.uttiek.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar