Jumat, 11 November 2011

KE MINA MEMBAWA EMBER

8 Dzulhijah, suasana Mekkah sangat riuh sejak dini hari. Semua orang sepertinya tumpah ruah ke jalan raya, mondar-mandir dengan urusan masing-masing. Supermarket buka 24 jam. Apa pun yang dijual diserbu pembeli. Rak-rak berpendingin yang biasanya disesaki buah dan sayur tampak kosong melompong. Bus-bus ukuran besar dan kecil yang terparkir di depan hotel mulai dimuati berbagai barang. Barang bawaan jamaah dari Afrika sepertinya paling meriah, segala karpet hingga dandang berukuran besar-besar ditumpuk di atap bus. Beberapa penumpang yang tidak kebagian tempat di dalam bus, asyik saja nongkrong di atap, sekalipun hanya mengenakan dua lembar kain ihram. Persis pemandangan KRL Jabodetabek di pagi hari. Suara klakson bersahutan di jalan raya. Meriah sekali!

Ya, semua sedang bersiap untuk puncak ritual haji, perjalanan ke Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina). Tidak semua negara mengurus warganya, seperti yang terjadi pada jamaah dari Afrika, akibatnya. mereka harus membawa banyak barang untuk keperluan selama 5 hari itu. Ini berbeda dengan jamaah dari Asia Tenggara termasuk Indonesia yang mendapat pelayanan dari Muasasah Asia Tenggara yang menjadi bagian dari ONH yang dibayarkan. Selama berada di Armina, jamaah Indonesia mendapat katering 3 kali sehari, plus makanan ringan yang banyak dikirim atas nama fii sabilillah. Singkatnya jamaah tinggal membawa tas kecil berisi keperluan selama 5 hari itu, selebihnya konsentrasi ibadah saja.

Meski demikian ada juga satu-dua jamaah yang ngeyel membawa barang-barang pribadi yang sebetulnya merepotkan. Seperti salah satu jamaah dari rombongan saya. Sejak semua diminta untuk bersiap di loby, saya lihat ibu ini repot menenteng ember kesana-kemari. Tadinya saya pikir, dia belum selesai dengan keperluannya, mungkin masih mau mengangkat jemuran atau ke kamar mandi yang membutuhkan ember. Sampai semua bersiap, embernya tetap dipegang erat. Rupanya tidak hanya saya yang memerhatikan, salah seorang pemandu juga melihatnya, "Ibu, untuk apa membawa ember?" tanyanya. Dengan polos ia menjawab, "Saya perlu, Pak, saya tidak bisa mandi memakai shower, saya harus gebyar-gebyur," jawabnya polos sambil memeragakan orang mandi memakai gayung. Oalah, si pemandu hanya bisa tersenyum, "Ya sudah, yang penting tidak merepotkan, ibu," lanjutnya. "Enggak, Pak, enggak, repot," jawabnya buru-buru seakan takut kalau diminta meninggalkan embernya!

Uttiek Herlambang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar