Selasa, 17 April 2012

Secangkir Chamomile Tea Sehangat Persahabatan

Dari kejauhan lampu kuning itu terlihat hangat. Buku-buku tertata rapi. Dari etalase kaca terlihat kursi-kursi nyaman berwarna putih diletakkan di atas loteng menghadap ke arah jalan. Sebuah mesin pembuat capucino mengepulkan asap. Perpaduan sempurna untuk cuaca dingin yang menggigit tulang seperti sore ini.

Betul. Begitu pintu terbuka udara hangat langsung menerpa.
"What time you'll be closed?"
"At 8, Sir,"
jawabnya sopan.
Ah, sepertinya tidak keburu kalau hari ini. Selesai jama'ah Isya', toko ini pasti sudah tutup.
"Ya, kalau tidak keburu hari, besok juga masih ada waktu," kata Pak Rustam.

------
"Jadi? Ngopi?"
"Di mana?"
"Ada toko buku di dekat situ, ada coffee shop-nya."
"Ayo."
"Oke, saya menyusul ya, saya harus ke hotel dulu."
"Sip, di tempat yang kemarin, ya, Pak."

Toko buku yang ada coffee shopnya ini sudah mencuri perhatian kita sejak kemarin. Tertulis namanya Educational Bookshop. Selain tokonya terlihat baru dan modern, berbeda dengan toko-toko lain yang ada di sekitarnya, sepertinya juga menawarkan tempat ngobrol yang mengasyikkan. Lokasinya tak jauh dari Hotel National, tempat saya menginap, di kawasan Arab Palestine, alamatnya tertulis: 22 Salah Eddin Street, Yerusahlaim 91540. Beragam buku dijual di sini, mulai buku-buku politik tentang Palestine, Hamas, PLO, buku-buku sastra seperti Rubayyat Umar Khayam, buku-buku arsitektur kota tua, buku wisata Al-Quds (Yerusahlaim) dan sekitarnya, peta, post card, hingga pin bergambar bendera Palestine.

"I repeat, Sir, one hot chocolate, one chamomile tea, one hot cappuccino, and one pastry."
"Oke."

"How much is this?"
tanya saya sambil menunjuk deretan post card di depan kasir.
Post card ini gambarnya bagus-bagus; saya mengambil satu yang bergambar seorang pemuda berwajah Arab, memakai peci di antara kerumunan tentara. Matanya menggelorakan semangat, La takhof wa la tahzan, Innallaha ma ana: jangan takut dan jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita; saya ambil satu lagi post card bergambar seorang anak kecil, pandangan matanya begitu polos tanpa dosa, ia memegang tangan ibunya persis di depan bayonet tentara; saya ambil satu lagi yang bergambar ilustrasi kota tua dengan kubah Al Sakrah dan seorang tentara memakai baju zirah, saya membayangkan itu salah seorang tentara Salahudin Al Ayyubi yang menjaga gerbang kota; masih belum puas, saya ambil satu lagi yang bergambar ilustrasi bendera Palestine, burung merpati yang membawa ranting zaitun serta dua jari mengacung membentuk tanda kemenangan.
"Each 10 shekel, Mam," jawabnya membuyarkan lamunan saya.
"Can I pay in USD?"
"Sure,"
jawabnya sambil tersenyum. Pandangan mata kita bersiborok seakan mempunyai pikiran yang sama: mau dibayar dengan shekel atau dollar, keduanya sama-sama menjajah kami.

"Bukunya bagus-bagus, Mbak?" pertanyaan itu mengagetkan saya.
"Oh, iya Pak, tapi saya beli post card saja, biar enggak ribet bawanya."
"Sudah pesan minum?"

------
Secangkir chamomile tea, secangkir hot chocolate, secangkir hot cappuccino, secangkir black coffee, dan sepotong pastry menemani perbincangan yang mengasyikkan sore itu.

Pak Rustam, si pemesan black coffee,  adalah pemilik Khalifah Tour, travel yang membawa saya umroh dan ke Aqsa kali ini. Sungguh suatu kebetulan Pak Rustam sendiri yang menjadi tour leader, karena sahabatnya sejak kecil, Pak Hani, si pemesan hot chocolate dan pastry, ngotot memintanya menemani umroh dan ke Aqsa.  Selain bersahabat sejak kecil, mereka berdua juga pernah sama-sama menjadi penyiar radio terkenal saat remaja di Bandung.

Keduanya adalah sosok yang menyenangkan, meski usia saya dan Lambang terpaut jauh dengan keduanya.
Pak Rustam adalah anak ITB yang pengetahuannya sangat luas. Sebagai mantan aktivis Salman, pemahaman keagamaannya sangat kritis.
Pembawaannya yang luwes, mau mendengarkan, membuat orang mudah bersahabat dengannya.

Pak Hani adalah direktur salah satu bank terkemuka di Indonesia. Awalnya saya melihat dia sebagai sosok yang kaku. Namun setelah berhari-hari melakukan perjalanan bersama ternyata dia orang yang sangat kocak. Celetukan-celetukannya selalu membuat saya terbahak-bahak, meski diucapkan dengan gaya yang sangat cool.

Perbincangan sore itu sangat mengesankan. Kita seperti teman lama yang bertemu kembali, setidaknya itu menurut saya. Kita tertawa bersama mengingat kejadian Pak Hani yang menjadi tour leader dadakan karena Pak Rustam tertahan di border Jordan. Lalu, pendeta yang marah-marah karena saya, Lambang dan Pak Rustam, mengikuti cara Umar bin Khatab berjalan mundur masuk ke Bayt Lahym. Terbayang waktu Pak Hani mengatakan,  "Ya, enggak usah mundur juga kali, Tam, miring saja," sarannya sambil memeragakan jalan miring. Ah, menyenangkan sekali.

Diskusi berubah menjadi serius saat Pak Hani berbagi informasi tentang senjata-senjata yang digunakan tentara Israel, sebagai penikmat olahraga menembak, pengetahuannya tentang jenis-jenis senjata tidak diragukan. Saya sangat tertarik dengan informasi tentang gaya arsitektur Sinan dan kejayaan pada masa Sulaiman Al Khonuni atau Sulaiman the Magnificent yang disampaikan Pak Rustam. Bahkan sepulang dari toko buku itu, semalaman saya sibuk browsing tentang keduanya di kamar hotel. Dari perbincangan sejarah, berganti jadi aksi debt collector di Indonesia, pengalaman haji, tempat-tempat yang pernah kita kunjungi, hingga perbandingan fiqih dari beberapa mahdzab. Sungguh, obrolan yang lengkap.

Chamomile tea pesanan saya yang disajikan dengan sepotong biskuit kecil beraroma ginger, terasa sangat sedap. Pelan-pelan isinya mulai berkurang. Hingga akhirnya tandas. Begitu pula tiga cangkir lain yang ada di meja. Malam semakin larut, sepertinya toko buku ini juga bersiap untuk tutup. Saat membayar di kasir, Pak Rustam berbaik hati mentraktir kami bertiga.
Syukron laka, Pak.

"Do you have a bookstore like this in Malaysia, Mam?" tanya si kasir.
"I'm from Indonesia. Yes, we have. Many," jawab saya.
"How do you think about this store?"
"Nice. Very nice. I get a lot of friends here. I get a lot of friends in Palestine."
"Ma'asalamah. Please come again,"


Ah, secangkir chamomile tea, sehangat persahabatan.


Untuk Pak Rustam dan Pak Hani,

Uttiek Herlambang
22 Salah Eddin Street, Al Quds (Yerusahlaim), Palestine, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar