PRESIDEN AMERIKA, DEKLARASI KEMERDEKAAN DAN ALQUR’AN
"Sudah waktunya untuk menyingkirkan retorika kasar, menurunkan suhu, bertemu lagi, saling mendengarkan, dan untuk membuat kemajuan, kita harus berhenti memperlakukan lawan kita sebagai musuh kita. Mereka bukan musuh kita. Mereka orang Amerika," janji Joe Biden pada pidato pertamanya usai memenangi pilpres AS di Wilmington, Delaware.
Seperti tulisan sebelumnya, hasil pemilu Amerika ditunggu dunia. Karena siapapun yang terpilih akan menentukan segala rupa. Apakah terpilihnya Biden akan membawa kebaikan bagi dunia Islam dan umat Islam? Mari kita saksikan bersama.
Namun yang pasti, terjungkalnya Donald Trump melegakan. Apapun, ia punya dosa yang tak termaafkan dengan mengakui Yarusahlaim sebagai ibukota Israel dan menginisiasi pemindahan Kedubes Amerika dari Tel Aviv ke kota di mana kiblat pertama umat Islam berada. Langkah ini lalu diikuti banyak negara.
Selain itu, ia mensponsori perjanjian yang disebut sebagai “Perjanjian Abad Ini”. Demi pundi-pundi uang yang dijanjikan, akhirnya beberapa negara Islam melakukan normalisasi hubungan dengan zionis.
Trump telah berlalu. Namun semua kedzalimannya atas setiap jengkal tanah Palestine akan kita tuntut di Yaumil Hisab kelak.
Dalam sejarah modern, Trump sebenarnya bukanlah presiden Amerika yang paling Islamphobia. Seperti diungkap Presiden Erdogan dalam beberapa kesempatan, Presiden Amerika yang paling menyimpan kebencian terhadap Islam adalah keluarga Bush.
Bapaknya, George H. W. Bush alias Bush senior adalah presiden Amerika yang mengobarkan Perang Teluk dengan mengirim pasukan tempur ke Irak medio 1990-an.
Setali tiga uang dengan bapaknya, George Walker Bush alias Bush junior meluluhlantakkan negeri-negeri Muslim, mulai dari Afghanistan hingga Irak dengan dalih memerangi terorisme setelah peristiwa 9/11.
Apakah presiden Amerika lainnya “ramah” pada Islam dan umat Islam? Ya tidak juga. Namun setidaknya, di abad modern ini mereka tidak mengirimkan pasukan perang untuk menghancurkan negeri Islam.
Entah membaca sejarah atau tidak, padahal deklarasi berdirinya negeri itu ditulis dengan semangat Alqur’an.
Kok bisa?
Sejarah mencatat, salah satu founding father Amerika, Presiden Thomas Jefferson ternyata sangat tertarik dengan nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Alqur’an.
Thomas Jefferson
Kesetaraan, keadilan, toleransi, konsep itu ia dapatkan dari Alqur’an yang dimilikinya 11 tahun sebelum ia menuliskan Deklarasi Kemerdekaan Amerika.
Pada saat kebanyakan orang Amerika takut terhadap Islam, Jefferson justru melihat Islam sebagai masa depan bangsanya. Ia mempelajari kandungan Alqur’an dan menuliskannya sebagai deklarasi negara.
Bukti-bukti sejarah itu diungkap Denise A. Spellberg, seorang guru besar sejarah dan kajian Arab di University of Texas at Austin, Amerika Serikat, dalam penelitiannya yang kemudian dibukukan dengan judul “Thomas Jefferson’s Qur’an: Islam and the Founders (2013)”.
Isi deklarasi itu sampai sekarang masih terpahat di dinding pualam Jefferson memorial. Di antaranya “…no man shall be compelled or shall otherwise suffer on account of his religious opinions or belief.”
Konon, kalimat indah itu didapat dari makna ayat “Laa Ikraaha fid Diin – tidak ada paksaan dalam beragama” [QS Al-Baqarah: 256]
Lalu ada juga kalimat, “That all men are created equal, that they are endowed by their creator with certain inalienable rights, among these are life, liberty, and the persuit of happiness.”
Yang menegaskan tentang kesetaraan manusia. Sesuatu yang telah tertulis dalam Alqur’an empat belas abad silam.
Sekalipun hingga hari ini perbedaan warna kulit tetap menjadi isu krusial di Amerika. Tidak seperti yang diimpikan Bapak Bangsanya.
Alqur’an milik Jefferson itu hingga kini masih disimpan di Perpustakaan Kongres. Kitab Suci tersebut seakan menjadi simbol dari hubungan yang kompleks antara dirinya, Amerika dengan Islam.
Bahkan kalau mau ditelisik lebih jauh lagi, berabad sebelum itu, para pelaut yang membawa kapal Columbus sampai ke benua yang sekarang bernama Amerika adalah para pelaut Muslim dari Spanyol.
Mereka yang dikenal dengan sebutan bangsa Moors atau Moriscos itu lalu menikah dengan penduduk lokal atau suku Indian dan beranak-pinak.
Keturunan mereka ini disebut Melungeon. Salah satu Melungeon yang juga menjadi founding fathers Amerika adalah Presiden Abraham Lincoln.
Abraham Lincoln
Tanpa pelaut bangsa Moors, entah kesasar sampai mana lagi kapal Columbus yang sedianya akan berlayar ke India mencari sumber rempah itu. Dan bisa jadi hari ini tak ada nama Amerika di peta bumi.
Jakarta, 9/11/2020
Uttiek
Follow me on IG @uttiek.herlambang | FB @uttiek_mpanjiastuti | www.uttiek.blogspot.com | channel Youtube: uttiek.herlambang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar