Rabu, 11 November 2020

 SANG IMAM DAN PENGUASA YANG MENGUSIRNYA



“Keluarkan ia dari negeri ini,” serunya geram dengan suara tertahan.
Dengan kepala tegak, Sang Imam segera menyetujui permintaan Sultan. Ia melangkah keluar dari istana dan meninggalkan negeri Syam yang dicintainya.
Di dalam istana, para penasihat berusaha membujuk Sultan untuk mencabut titahnya. Sedang di luar istana, para ulama berusaha menenangkan Sang Imam dan memintanya untuk tidak meninggalkan negeri itu.
Dengan senyum teduhnya, Sang Imam berkata pelan, “Aku akan kembali setelah Sultan meninggalkan istananya.”
Kisah perseteruan Sultan al-Malik al-Zhahir dengan Abu Zakaria bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi atau yang lebih dikenal dengan Imam Nawawi itu sangat masyhur.
Kejadian berawal dari keinginan Sultan menarik “pajak” dari rakyatnya untuk membiayai pasukan guna mengantisipasi penyerbuan tentara Mongol.
Sultan meminta para ulamanya menyetujuinya sekaligus mengeluarkan fatwa untuk melegitimasi rencana tersebut. Namun, Imam Nawawi menolaknya. Apa pasal?
“Sesungguhnya rakyat Syam sekarang sedang melarat. Kemarau panjang menyebabkan paceklik dan banyak ternak yang mati. Berat bagi mereka untuk membayar biaya perang. Mengapa tidak menggunakan sumber dana yang lain?" Tanya Sang Imam.
“Dari mana?” Bantah Sultan.
“Istana bergelimang harta. Para pejabat memakai pakaian indah dan membawa kantung emas di saku baju mereka. Gunakan dulu dana itu. Kalau ternyata tak cukup juga, baru aku akan menyetujui rencana menarik uang dari rakyat.”
Perkataan tegas penulis kitab masyhur “Riyadh al-Sholihin” itu tak ayal membuat Sultan murka, dan berbuntut pengusirannya.
Sejarah mencatat, keberanian membela kebenaran dan melawan kebathilan selalu penuh risiko. Namun, Imam kelahiran desa Nawa, yang kemudian dinisbatkan pada namanya itu, tak surut langkah.
Menyetujui keputusan yang membuat rakyat sengsara adalah sebuah kedzaliman. Ia berani pasang badan, sekalipun harus berhadapan dengan penguasa.
Bagaimana akhir kisah itu?
Seperti ucapan yang dikeluarkannya saat meninggalkan Syam, “Aku akan kembali setelah Sultan meninggalkan istananya.” Dan benar saja, tak lama setelah kejadian itu, Sultan wafat.
Imam Nawawi pun kembali ke negerinya. Mengajar di majelis-majelis ilmu, menulis kitab, dan terus menyerukan amar ma’ruf nahi munkar hingga tutup usia pada 24 Rajab 676 H.
🌼🌼🌼
Ahlan wa sahlan ya, Habibana. Selamat datang kembali ke negeri ini.

Jakarta, 11/11/2020
Uttiek
Follow me on IG @uttiek.herlambang | FB @uttiek_mpanjiastuti | www.uttiek.blogspot.com | channel Youtube: uttiek.herlambang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar